Rabu, 14 Desember 2011

Sang Kucing buat puisi :D

SAJAK DILEMA



Sayang,
Bisakah kau mengerti sajak ini
Yang melantunkan asa cintaku
yang menyanyikan perasaanku
Bisakah kau mengerti Dilema ini sayang?

Berlari menapaki jalur savana
tak kuasa menjauhi rembulan

Ia bak kupu-kupu, Sayang..
Engkau mengejar, ia melenggang
Engkau menetap, ia hinggap
Penuh dilema, Sayang..

Inginku mendekap kupu-kupu cinta itu sayang..
Diamlah dalam bisumu
Aku menari menuju cintamu


*untuk siapapun yg sedang jatuh cinta :D

Sabtu, 10 Desember 2011

Sebuah Memori Manis Si Kucing Mehheng :)


Komidi Waktu
Oleh: Hana Juwita Nur Azizah

               Tatapannya tetap tak berubah. Matanya masih merah terasa sendu. Kematian keluarganya menampar mental anak perempuan yang diam-diam kucintai itu. Kini setiap hari aku tak sanggup meninggalkannya sendirian di rumah mewah yang sepi itu. Melamun adalah pekerjaannya setiap hari, ia selalu berpikir bahwa kecelakaan itu adalah salahnya.
             “Tak baik jika kamu seperti ini terus, keluargamu pasti khawatir. Mereka  melihatmu dari atas sana.” kataku padanya sambil mengelus rambut hitam perempuan itu.
             “Pulanglah, Fal.” Jawabnya.
             “Aku akan menemanimu, Ita.” kataku serak.
             “Mereka pasti membenciku, Fal! Andai hari itu aku tak kabur dari rumah.”
             Aku membuatnya menangis lagi. Memang berat beban yang di tanggung Ita yang masih belum genap empat belas tahun itu. 28 bulan Februari 2003, tepat hari meninggalnya seluruh keluarga Ita karena kecelakaan. Ketika itu, Ita kabur dari rumah karena Ayah Ita melarangnya menjalin hubungan cinta . Ita kabur ke salah satu rumah temannya di desa. Ayah, Ibu, dan adik Ita berusaha mencarinya.
            Seluruh keluarga Ita mencari Ita. Mereka bertanya pada tetangga, teman, dan sahabat Ita, yaitu aku. Aku saja sebagai sahabatnya tidak tahu kemana Ita pergi. Memang sakit melihatnya bersama orang lain, tapi hatiku lebih sakit melihatnya menangis seperti ini.
           Setelah bertanya pada beberapa teman Ita, aku mendapatkan informasi tentang keberadaan Ita, langsung saja aku menghubungi Ayah Ita dan memberitahukan bahwa keberadaan Ita di sebuah desa di Kabupaten Malang. Tanpa banyak cakap, Ayah, Ibu, dan Adik Ita berangkat menuju alamat yang aku berikan.
               Namun sayang, ketika itu hari sudah gelap. Dan jalan menuju tempat Ita harus melewati jalanan terjal dan belokan tajam. Aku sempat ngotot untuk ikut mencari Ita, tapi Ayah Ita melarangku, seakan beliau tahu apa yang akan terjadi.
                     Keluarga Ita berkendara dengan mobil kijang. Jika sudah malam biasanya hanya truk-truk yang lewat. Tepat seperti firasat burukku. Mobil kijang itu menikung tajam, dan ketika itu sebuah truk dari arah berlawanan melesat dengan kecepatan tinggi. Kecelakaan tak terhindar lagi, Ayah Ita banting setir dan akhirnya menabrak pagar. Tak ada yang selamat.


                   “Naufal…” panggil Ita lirih.
                    “Perlu bantuan?” tanyaku ketika melihat Ita membawa sekardus barang berat. Ita menggeleng pelan dan tersenyum lemah.
                   “Kata pengacara ini adalah warisan dari Ayah,” kata Ita.
                   “Ayo kita lihat bersama.”
                     Ku buka kardus itu. Di dalamnya hanya berisi surat-surat tanah yang menurutku tidak penting. Dari semua barang-barang itu hanya satu yang menarik perhatianku. Sebuah kotak harta karun kecil dari kayu. Aku mengambilnya dan membuka kotak itu. Di dalamnya juga berisi kertas. Sebuah surat, pikirku. Aku tak ingin mencampuri urusan pribadi Ita, jadi dengan segera aku memberikannya pada Ita.
                     Sambil membuka kertas yang ada di dalam kotak itu, Ita berkata pelan, “di sini tertulis ‘tulis tanggalnya dan coba perbaiki’.”
                    “Mungkin kotak itu adalah kumpulan tanggal yang menurut pemiliknya sangat berkesan, coba kamu tulis tanggal yang menurutmu berkesan dalam hidupmu dan masukkan,” kataku memberi saran. Dengan segera Ita mengambil kertas dan pensil. Aku melihatnya ia menulis :
                     ’28 Februari 03’ Ita dan Naufal’
                    “Kau yakin?” tanyaku khawatir. Ita mengangguk pelan lalu memasukkan kertas itu ke dalam kotak harta karun.
                   “Semoga dengan ini semua kesedihanku dapat di tampung kotak ini,” kata Ita tersenyum padaku. Kali ini senyumannya berbeda. Kemudian tiba-tiba hening. Aku merasa ada yang aneh, kepalaku pusing. Apa mungkin sedang gempa bumi? Aku melirik Ita, ia sepertinya juga merasa pusing, Ita terus memegangi kepalanya yang sakit. PLAP ! semuanya gelap.

                    “Fal..Naufal..” aku mendengar suara Ita. Aku mencoba membuka mataku. Aku melihat wajah rupawan Ita, tapi raut wajahnya terlihat khawatir.
                   “Apa yang terjadi?” tanyaku. Aku melihat sekitar. Kami masih berada di tempat yang sama, di kamar Ita.
                    “Entahlah, coba kamu lihat sekarang tanggal berapa, Fal?”
                     Aku melihat jam tanganku sejenak. Aku terlonjak kaget. 28 februari 2003! Aku dan Ita kembali ke masa lalu! Ini mimpi? Aku mencubit tanganku. Hm, masih terasa sakit. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa mungkin karena kotak itu?
                    “Sekarang tanggal 28 Februari 2003 pukul 05.00 sore, Ta!” aku berteriak kaget. Ita mengangguk khawatir.
                    “Mungkin kotak itu memberi kita kesempatan untuk memperbaiki semuanya!” kata Ita bersemangat. Tapi aku tidak seyakin dirinya. Karena kematian bukanlah permainan.
                    “Tapi kita tidak boleh mengacau masa lalu! Karena pengaruhnya besar terhadap masa depan!” kataku berusaha mengingatkan Ita.
                   “Tapi aku harus  mencegah keluargaku agar kecelakaan itu tidak terjadi!” teriak Ita dengan air mata bercucuran. Yah, aku membuatnya menangis lagi.
                  “Biar aku yang bertemu mereka, kau tidak boleh terlihat orang-orang di sekitar!” kataku tegas. Ini bukan permainan, karena masa lalu dan masa depan saling berkaitan. Dan hal ini juga bisa merugikan orang lain. Aku memeluk Ita erat-erat, aku takut kehilangannya.
                  “Kamu tahu? Ini bukan permainan,” aku berbisik di telinganya lirih. Ita masih menangis dipelukanku.. Ita akhirnya setuju.
                 “Aku akan mencegah mereka pergi,” aku berdiri dan menggandeng Ita keluar dari kamar. Aku melihat ke jendela sebentar. Aku melihat keluarga Ita bersiap memasuki mobil kijang.
                “Kau lihat saja dari jauh, jangan mencoba mendekat.” Perintahku.
                 Aku berlari menuju mobil kijang milik keluarga Ita. Kemudian aku mengedor kaca mobilnya. Perlahan kaca mobil itu terbuka, dan  aku melihat ayah Ita di bagian kemudi.
                “Ijinkan saya ikut, Om!” aku berteriak gelagapan sambil ngosngosan. Hanya kalimat itu yang ada di otakku. Ayah Ita menatapku bingung.
                “Sudahlah, serahkan masalah ini sama Om, tenang aja.” Jawab Ayah Ita  berusaha menenangkanku.
                “Tapi Om..”
                “Udah! Om berangkat dulu! Ini masalah keluarga Om, lebih baik kali ini Naufal nggak usah ikut ya?” potong Ayah Ita. Ayah Ita segera menstater mobilnya.
                “OM! SAYA KUATIR KALAU ADA APA-APA YANG TERJADI!” otomatis mulutku berteriak. Aku juga tak ingin kehilangan orang-orang seperti mereka. Dan aku juga tidak bisa memberi tahukan yang sebenarnya. Ayah Ita menatapku bingung lagi.
              “Mm, maksud saya, saya takut kalau misalnya ada kecelakaan atau apalah gitu..” kataku kebingungan.
              Ayah Ita malah tersenyum lebar mendengarnya.
             “Takdir Tuhan sudah ditetapkan, kita tidak bisa mengubahnya. Manusia hanya bisa berusaha dan Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Katakan itu pada Ita, dan suruh dia tetap melanjutkan hidupnya. Karena ini yang terbaik untuk kita,” sebelum aku menjawab Ayah Ita, Ayah Ita segera menancap gas meluncur menuju tempat Ita kabur.
               Aneh. Kalimat Ayah Ita sungguh aneh. Seakan dia tahu bahwa Ita dan aku datang dari masa depan. Aku masih berdiri sambil melamun. Tak terasa Ita berteriak dari belakangku.
              “Naufaldy  Nur Setiawan !” teriak Ita membangunkan lamunanku.
              Aku segera menceritakan semua yang terjadi pada Ita termasuk kalimat aneh dari Ayah Ita.
                “Coba bayangkan! Ayahmu seakan tahu kita dari masa depan!” kataku masih bingung.
                “Aku tak peduli! Sekarang kita harus menyusul mereka! Cepat!” kata Ita sambil berlari mengambil sepeda montor di garasi. Aku hanya mengikutinya dari belakang.
                “Biar aku yang menyetir,” aku takut Ita yang memegang setir, hal itu tak akan ku biarkan. Pernah sekali aku di bonceng Ita, dan hasilnya aku tidak masuk sekolah lima hari. Ita menurut saja dan segera duduk di belakangku.
                    Aku berusaha menyamai kecepatan mobil kijang milik Ita. Beberapa belokan tajam kulalui dengan mulus. Setelah beberapa belokan akhirnya mobil kijang milik Ita terlihat.
                   “Ayah! Ayah! Berhenti! Ayah!” aku kaget melihat Ita berteriak-teriak seperti orang gila sambil menangis. Aku tak tahan melihatnya begitu menderita. Tangannya mencengkram pundakku. Air matanya membasahi pundakku. Namun sepertinya Ayah Ita tak mendengar suara Ita. Mobil kijang itu tetap melaju sambil menyalip beberapa truk.
                  Akhirnya tikungan tempat kejadian kecelakaan itu terlihat. Tinggal beberapa meter lagi. Ita masih berteriak seperti orang gila, air matanya memenuhi seluruh wajahnya. Ita, hentikan. Semua ini tak ada gunanya. Aku lebih takut lagi kalau Ita melihat kecelakaan yang sebenarnya.
                   Dengan segera aku menghentikan sepeda motor. Dan berbalik untuk memeluk Ita. Aku tak ingin melihatnya menderita lebih dari ini, aku berusaha menutupi pandangannya. Ita meraung-raung tak terima, ia menangis semakin menjadi-jadi.
                  BRAK! Aku bisa mendengar mobil kijang terpelanting menabrak pagar. Aku hanya bisa menutup telinga Ita agar  ia tak mendengarnya. Tapi percuma saja, Ita terus memukul-mukul tubuhku. Ya, pukul saja tubuhku. Aku tak ingin kau menderita lebih dari ini! Tak akan kubiarkan!
                 “Naufal..! Ayah..Ibu..Adikku..! semuanya! Naufal! Biarkan aku menolong keluargaku! Lepas! Lepaskan!” Ita meronta-ronta dalam pelukanku.
                 “Sudah terlambat Ita… kita tidak bisa mengubah takdir Tuhan. Kematian ada di tangan-Nya.” Ita berteriak semakin keras. Menangis sejadi-jadinya.


                  Kami terbangun. Kami berada di kamar Ita, kulihat jam tanganku masih menunjukkan tanggal 5 Maret 2003.  Keadaan tidak ada yang berubah. Kotak harta karun itu tertutup rapi. Ita memandangku. Aku tahu ia begitu kesakitan. Tapi berkat kotak itu. Kami mendapat pelajaran bahwa kita tidak bisa menyalahi takdir Tuhan.
                 Aku mengusap air mata Ita yang tak henti-hentinya berjatuhan. Memeluknya lagi. Memberinya semangat. Memeluknya lebih erat.
                     “Jangan tinggalkan aku, Fal.” Katanya sambil tersedak-sedak.
                    “Aku disini Ita. Selalu bersamamu.”
                    “Kini aku lebih tahu sebuah arti dari keikhlasan, kematian, dan… cinta” kata Ita sambil menatapku tajam. Kini Ita lebih tegar dari sebelumnya. Mungkin semua ini telah direncanakan oleh Ayah Ita, dan tentunya semua ini telah ditentukan oleh Tuhan. Kita sebagai manusia harus selalu berusaha dan bertawakal.


                     Ita telah memutuskan untuk membakar kotak itu. Ita takut jika ada yang terluka lagi, cukup dia saja yang merasakan semua ini. Malam itu, tanggal 5 maret 2003, Ita melempar kotak harta karun peninggalan  Ayahnya ke dalam kobaran api. Dan aku akan selalu mendukung semua keputusannya, selama itu benar dan terbaik baginya.
               
                

Selasa, 06 Desember 2011

WoW! HanJu Nungging di Sepeda


Di Minggu pagi yang cerah, sekitar pukul 5 pagi, sekelompok remaja labil (ababil= ABG labil) terlihat sedang bersepeda di tengah jalan Ijen yang masih sepi. Di barisan pertama terlihat seorang cewe memakai baju serba abu-abu sambil mengendarai sepeda merah milik sang kakak, jok sepeda itu bahkan lebih tinggi dari kakinya yang buntet, jika dilihat dari samping seperti gajah nungging. Ya, itulah saya. HanJu. Yang pada hari itu berevolusi menjadi gajah nungging sambil ngupil dan berkutil.
Kemudian di barisan kedua terlihat sesosok cewek eksis nan cantik, dia Anes, calon artis masa depan. Di barisan terakhir terlihat cewek yang hampir kehabisan tenaga, dialah Fatim, saudara sepupuku.
Itulah kelompok remaja yang masih labil, yang masih suka berkhayal tentang cowok2 korea, dan masih kalap ketika melihat cowok ganteng.  Pagi itu kami bersepeda menuju dieng. Pertamanya sih asik2 aja, tapi aku nggak bakal nyangka kalo jalurnya ekstrem, rasanya seperti jalur menuju ke rahmatullah (emg mau mati ya?).dengan mengerahkan segenap tenaga, akhirnya kami bisa sampai di puncak.
Nah, jalur berangkat disertai dengan jalan yang menanjak tajam, sampai kami harus menuntun sepeda kami gara2 kehabisan tenaga. Tapi yang paling kusukai adalah perjalan pulang :D . jalannya benar2 menurun tajam (hampir 180 derajat!). dengan penuh kepercayaan diri, aku melaju kencang tanpa menyentuh rem sedikitpun. Tanpa disadari jalan yang kulalui semakin menurun tajam. –dan nggak usah kaget lagi, aku kehilangan kendali, mendadak nge-rem, terbang bebas sambil nyosor ke aspal. Hm, terasa aspal di mulutku, rasanya nano-nano banget –asem asin manis dan Umami- . thanks to god, God save me, badanku nggak papa, tapi.. badan sepedaku… mengsle kemana2. Bisa di bunuh Masku! Tapi untung, dengan sedikit paksaan dan siksaan, sepeda Masku kembali seperti semula.
Kalian tahu? Aku terjatuh 3 kali berturut2. Mencium aspal. I just wanna say: Thanks to God.

Beberapa potret remaja ababil:





Profil HanJu dan WoW


Profil HanJu

Ehem, postingan ini bertujuan untuk memperkenalkan diri saya. Hana Juwita Nur Azizah nama menurut akta kelahiran tanggal 22 Januari 1997 panggil aje Hanju biar praktis.
HanJu adalah cewe yang mempunyai cita-cita jadi sastrawan kalo nggak psikolog. Penggemar berat Linkin Park, Manga, Fullmetal Alchemist. Hobi: melakukan sesuatu di luar batas akal (alay deh) alias suka mencoba hal baru, kalo uda bisa-aku bakalan bosen-trus tak tinggalin. Saya termasuk orang yang cuek tapi diam-diam perhatian, jadi jangan kaget kalo wajah saya sedikit jutek dan alay. Satu2nya kelemahan HanJu= ekspresi yang mudah kebaca, gak pinter bo ong, egois, dan mudah terbawa emosi.
Kegiatan HanJu kelas 9 di SMPN 8 Malang  adalah membajak seluruh studio music di Malang bersama rekan saya-WoW. WoW (arti: Whatever You Want) adalah sebuah nama band yang anggotanya meheng semua. Aliran musik kami adalah antara pop dan dangdut (sebenarnya kami masih mencari jati diri tentang aliran kami). 
Di mulai dari vocalist kami, Iga Purwitasari si cewek yang penuh tanggung jawab, tapi kalo uda ngambek dunia gonjang ganjing. Gitaris, Tegar Adi W, korban bencana runtuhnya jembatan suramadu (emg kapan suramadu runtuh?)  ini satu2nya pemegang gitar di WoW, saya akui dia gitaris hebat. bassist, Irsyad Hadi P, seseorang yang mempunyai ekspresi konyol sedunia (sebenernya dia sopir pribadi saya). Dan yang terakhir drummer di WoW saya, HanJu, otak dari seluruh kejahatan di dunia (alay) yang biasa di panggil ‘sok imah’ sama piaraan saya (tyo & tegar), entah mengapa mereka memanggil saya sperti itu. Dan satu2nya manusia yang berakal sehat di WoW hanyalah vocalist kami, IgaPrut.
Dengan adanya kolaborasi antara manusia-manusia meheng itu, terlahirlah sebuah karya seni, maha karya, masterpiece, yaitu.. WoW.. Whatever You Want. Kami akan tampil di pagelaran seni 9f, penampilan pertama kami!! Semoga semua berjalan lancaar.. amiin. Mohon doa dan restu dari para pembaca.
Yah, mungkin sekian dulu profil saya, nggak banyak yang harus di bicarain, karena semuanya nggak penting (kan nggak masuk UAN). Mohon maaf jika salah kata, apalagi yang namanya tercantum di atas tadi. Jangan marah ya Teman :]. Saya cinta semua teman saya J bagi yang belum saya critakan, mungkin lain kali kalo saya sempat. Wassalammualaikum Wr. Wb.

Sedikit potret saya bareng vokalist WoW jugak >///< :



Rabu, 16 November 2011

Tips MEnulis Novel

MAU BIKIN NOVEL?
Membuat novel memang sudah pasti akan membutuhkan energi dan waktu yang lebih banyak dibandingkan membuat tulisan pendek seperti cerpen atau artikel. Secara garis besar yang perlu dilakukan dalam menulis novel – atau buku – adalah:
* Langkah pertama: mencari/mendapatkan ide
* Langkah kedua: ide dikembangkan menjadi sinopsis. Di tahap ini kita juga sudah harus menentukan karakteristik para tokohnya.
* Langkah ketiga: sinopsis dikembangkan menjadi storyline
* Langkah keempat: storyline dikembangkan menjadi draft awal
* Langkah kelima: draft awal disempurnakan untuk menjadi draft akhir
Berikut ini adalah contoh lima langkah tersebut yang diambil dari postingan-postingan milis menulisnovel@yahoogroups.com:
I. Ide:
Seorang guru naksir muridnya sendiri. Namun, celakanya, muridnya yang juga bunga sekolah itu juga ditaksir oleh teman sekelasnya. Guru pun harus bersaing ‘dingin’ dengan sang siswa. Konflik bermunculan: pantaskah guru fall in love dengan anak didiknya? Bagaimanakah model persaingan antara guru-murid karena rebutan cewe? Bagaimana jika hal itu ketahuan staff guru yang lain? Dalam persaingan ‘dingin’ itu, harga dirinya sebagai guru dipertaruhkan. Yang manakah akan dipilih: Posisi dan harga dirinya sebagai guru, atau, cintanya terhadap si bunga sekolah yang ternyata diam-diam juga memendam perasaan padanya.
II. Sinopsis: Ide diatas dibuat menjadi alur cerita 3 babak (tidak baku dan bisa dibuat beberapa babak). Babak I adalah perkenalan tokoh dan latar belakang, Babak II adalah muncul dan meningkatnya konflik, Babak III konflik memuncak dan berakhir.
Contoh :
BABAK – 1
Latar Belakang
————–TAHUN 2003—————-
Kelas 3 pada SMA naungan sebuah Yayasan Pendidikan di salah satu kota menerima seorang siswi baru pindahan dari kota lain. Syahda Rinaia, demikian nama siswi itu (deskripsi : 17 tahun, kelas 3, anak orang berada, cantik, cerdas, ceria, supel, ekspresif, semampai, bermata indah, berlesung pipi, penikmat sastra dan suka menulis puisi). Kehadiran dara manis ini membuat para cowok dikelas itu berlomba untuk menarik perhatiannya demi meraih cintanya.
Begitu juga halnya Arjun Sambudi, (deskripsi : 18 tahun, kelas 3, keren, atletis, ngetop di sekolah karena prestasinya di bidang olahraga, anak salah seorang donatur Yayasan), tak ketinggalan berupaya untuk mendapatkan cintanya Syahda. Dengan “modal” yang dimilikinya, tak membutuhkan waktu yang lama bagi Arjun untuk mendapatkan cinta Syahda. Singkat cerita, Arjun dan Syahda sudah menjadi sepasang kekasih. Diam-diam ternyata salah satu dari guru yang baru 9 bulan mengajar, Aksoro Pinandito (deskripsi: 27 tahun, baby face, penyendiri, introvert, sabar, bersifat dewasa, berdedikasi, lulusan Sastra Inggris UGM, dari keluarga sederhana, orang tuanya petani di desa), juga terpesona dan sering mengimpikan Syahda, tapi tidak terlalu berharap banyak, karena sadar dirinya orang biasa saja.
Awal Konflik
Pak Akso, demikian panggilan bagi guru sastra itu, kerapkali menulis puisi di majalah dan suratkabar lokal, dengan memakai nama samaran Pulungsari. Suatu hari, salah satu puisi yang ditulisnya di suratkabar lokal merupakan ekspresi perasaan hatinya pada gadis idamannya itu. Puisi itu berjudul Gerimis nan Indah adalah personifikasi dari nama Syahda Rinaia, gadis impiannya sekaligus muridnya sendiri. Syahda yang memiliki hobi mengoleksi puisi-puisi indah kebetulan membacanya juga. Gadis itu sangat terpukau dengan gaya puisi-puisi yang sering ditulis oleh penyair ini, sehingga dia tidak sabar menantikan puisi-puisi baru disetiap minggunya. Kemudian Syahda memberanikan diri untuk menyurati penyair ini untuk berkenalan dan belajar menulis puisi darinya. Hubungan lewat surat-menyurat ini mulai berlangsung secara intensif.
Sangat berbeda dari sifatnya sehari-hari, lewat surat Pak Akso sangat romantis dan lebih berani mengutarakan perasaannya pada Syahda walaupun belum menunjukkan jatidiri dia yang sebenarnya. Akhirlah tumbuh suasana mesra diantara mereka walaupun belum pernah ketemu. Arjun, sebagai kekasih Syahda, tidak tahu akan hal ini.
Hubungan Syahda dengan Arjun mulai renggang, karena sifat Arjun yang egois, sombong dan beberapa sifat lainnya yang tidak disukai Syahda. Syahda pelan-pelan menjauhi Arjun.
BABAK – 2
PERKEMBANGAN KONFLIK
Suatu waktu, Pak Akso sakit cacar yang membutuhkan perawatan di rumah sakit sehingga untuk beberapa waktu tidak ada puisi baru yang ditulisnya. Syahda yang sudah kecanduan dan merindukan puisi-puisinya, menanyakan langsung kabar dari penyair ini kepada staf redaksi koran dimana puisinya sering dimuat.
Dengan kegigihannya untuk mendapatkan informasi, akhirnya Syahda menemukan Pak Akso yang masih berbaring di rumah sakit.
Disinilah Syahda terkejut dan tahu siapa sebenarnya penyair yang dia dambakan selama ini.
Pak Akso pada awalnya menyangkal, tapi Syahda dengan jujur mengakui perasaan cinta itu. Akhirnya Pak Akso mengakui perasaannya yang sebenarnya dan langsung disambut oleh Syahda dengan sukacita.
Pak Akso mulai sehat dan kembali mengajar. Di sekolah mereka berdua merahasiakan hubungannya. Walaupun dirahasiakan, di kelas tak dapat disangkal perhatian Pak Akso terhadap Syahda memang sedikit lebih dibandingkan perhatiannya terhadap siswa-siswa lainnya. Syahda juga kelihatan senang atas perhatian sang guru ini. Syahda lebih sering terlihat bersama Pak Akso untuk belajar membuat puisi dan mengkajinya. Siswa lainnya sudah mulai tahu dengan perkembangan ini. Banyak cowok di kelas itu mulai tidak suka pada Pak Akso.
Arjun yang ternyata masih menyimpan rasa kepada Syahda mulai terbakar api cemburu dan mulai memupuk dendam pada Pak Akso.
BABAK – 3
KLIMAKS
Arjun dan kelompoknya merencanakan plot licik untuk mencelakakan Pak Akso. Beberapa kali rencana dilaksanakan, dari mengendorkan baut-baut di motor Pak Akso agar terjadi kecelakaan tapi Alhamdulilah masih selamat sampai menyebarkan fitnah yang keji bahwa Pak Akso bisa diterima jadi guru di sekolah itu karena menyogok sejumlah uang, dan sampai sekarangpun sogokannya itu belum lunas dengan memotong sebagian dari gajinya. Walaupun dianiaya oleh muridnya sendiri, namun Pak Akso tetap bersabar, karena dia tahu Arjun adalah anak Pak Tirto Sambudi, orang berpengaruh di Yayasan tempat dia bekerja.
Suatu ketika, kejahatan Arjun sudah kelewat batas. Selagi belajar di kelas, Arjun membuat ulah yang memancing kemarahan Pak Akso. Pak Akso menegurnya dengan sopan, tapi Arjun malah menantang dengan menyebutnya “anak desa penggembala kerbau yang sok belagu”. Pak Akso khilaf dari kesabarannya dan memegang Arjun, sehingga hampirlah terjadi perkelahian diantara mereka, tapi sempat dipisahkan oleh murid-murid lainnya.
Dendam Arjun tidak cukup sampai disitu saja. Sewaktu Pak Akso pulang dari sekolah melewati sebuah gang, tiba-tiba Pak Akso dihadang oleh 4 orang pemuda berandalan, suruhannya Arjun dan disanalah Pak Akso dihajar habis-habisan. Pak Akso babak belur dan biru lebam, untung saja sempat dibantu oleh penduduk setempat dan dibawa ke rumah sakit.
Malang benar nasib Pak Akso, sudah jatuh ditimpa tangga pula. Pak Akso dipecat oleh Kepala Sekolah atas perintah pemilik Yayasan, dengan alasan mengajak muridnya sendiri berkelahi. Ini jelas dari usahanya Arjun yang menghasut orang tuanya dan rekan-rekan orang tuanya untuk “menghabisi” Pak Akso.
Orang tuanya Syahda juga dipanggil, diberitahu bahwa anak gadisnya selama ini ada hubungan rahasia dengan guru yang baru dipecat itu. Orang tua Syahda memperingatkan anaknya jangan lagi berhubungan dengan guru itu.
ANTIKLIMAKS
Kedua orang tuanya di desa sedih dan pergi ke kota menjenguk Pak Akso. Karena sudah dipecat, dan tidak ada kerja lagi, Pak Akso memenuhi keinginan orang tuanya untuk kembali ke desa untuk memulihkan fisik dan mentalnya yang mulai rapuh. Syahda sedih sepeninggal Pak Akso ke desa, tapi dia juga tidak berani menentang kehendak orang tuanya. Singkat cerita kelulusan sekolah sudah sampai. Syahda tetap menolak ajakan untuk kembali yang ditawarkan Arjun Hatinya sudah tertutup bagi Arjun.
Syahda akan dikirim oleh orang tuanya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sebelum berangkat, Syahda sempat menyurati Pak Akso di desa. Dalam suratnya, Syahda minta doanya Pak Akso, agar cita-citanya berhasil dan dia juga mendoakan Pak Akso agar tabah dan suatu ketika semoga apa yang mereka cita-citakan dikabulkan Yang Maha Kuasa Kalau memang jodoh, kita akan bisa bertemu lagi, katanya. Pak Akso sedih namun rela melepaskan dan mendoakan Gerimis nan Indah ini untuk membasahi bumi lainnya yang kekeringan.
HAPPY ENDING
————————— 4 Tahun Kemudian (TAHUN 2007) ——————-
Pada bulan Agustus, angin muson (monsoon) yang membawa uap-uap air dari Samudera Hindia sering menyebabkan hujan di sebagian besar semenanjung India. Begitu juga saat ini, gerimis mulai membasahi lahan di kampus Delhi University. Pak Akso, sekarang 31 tahun, baru satu bulan menginjakkan kaki di kampus ini berkat beasiswa S2 yang berhasil diraihnya. Dia yang dua tahun lalu diangkat menjadi Dosen PNS, sekarang melanjutkan kuliahnya pada Post Graduate di Department of Linguistics, Delhi University, New Delhi, India. Pak Akso berlari-lari kecil menuju gedung perpustakaan agar gerimis tidak terlanjur membasahi dirinya. Karena berlari tergesa-gesa dan pandangannya menunduk ke bawah, tanpa sengaja dia menabrak seorang mahasiswi yang mengenakan payung. Berhamburanlah buku-buku dan tas yang semula berada dalam pegangan mahasiswi itu dan sekarang basah karena jatuh ke aspal yang telah diguyur hujan. Mahasiswi itu mengenakan salwar kameez, seperangkat pakaian tradisional yang biasa di kenakan oleh wanita dan pria di Asia Selatan. Tapi yang sedikit unik, mahasiswi ini juga mengenakan jilbab, dengan lehernya dilingkari dupatta, selendang panjang.
Pak Akso gelagapan dan merasa bersalah, dan segera mengumpulkan kembali buku-buku yang berjatuhan itu seraya sambil minta maaf. Tapi ketika melihat wajah mahasiswi itu, Pak Akso bergeming, dia terpesona bercampur terkejut. Wajah mahasiswi yang berlumuran bulir rinai gerimis itu sangat cantik, lebih dari itu wajah ini membawanya kembali pada kenangan 4 tahun lalu semasa dia menjadi guru SMA di tanah air. Begitu juga halnya Syahda, dia juga terkejut, tidak menyangka bisa ketemu lagi dengan mantan gurunya yang pernah dikasihinya dulu. Syahda (saat ini umur 21 tahun) sedang menyelesaikan tugas akhirnya pada program S1 di jurusan Linguistik, yaitu jurusan yang sama diambil oleh Pak Akso. Dalam keheningan sekejap itu, Pak Akso sempat berucap syukur, gerimis nan indah itu telah turun lagi untuk membasahi jiwanya yang mulai semangat kembali. Mereka membiarkan untuk sementara waktu air hujan membasahi tubuh mereka, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke gedung perpustakaan untuk mulai lagi merajut kisah yang baru.
——– SELESAI ———
IV. Storyline: Sinopsis 3 babak diurai menjadi detil adegan.
Contoh :
BABAK 1
1. Di sebuah sekolah di Jakarta. Pagi itu para murid kelihatan mulai dengan aktititasnya sehari-hari; Ada yang berangkat secara sendiri-sendiri atau rombongan. Tiba-tiba Arjun beserta ganknya, datang dengan mobil yang soundsystemnya digeber keras-keras seolah-olah dia mau memamerkan apa yang dia punya. Selain Arjun ada Joni yang playboy, Bocel si tukang pukul, dan juga Robi yang cuma pinter dalam teori cinta tapi terus ngejomblo. Arjun adalah putera tunggak ketua yayasan sekolah. Ekspresi bermacam-macam dari penghuni sekolah terhadap Arjun ada yang cuek,sinis bahkan simpati. Termasuk kelompok remaja putri yang dikomandani Tari Ogut (nama beken dari Tari Wulandari karena ada nama murid yang hampir sama dengannya yakni Tari Sukmaningsih). Gang Tari terdiri dari Tari, Lina “Oneng” Nurlina, dan Setyowati si Jawir. (Ada potensi komedi).
2. Bel berbunyi. Saatnya murid masuk ke kelas masing-masing. Kelas 3c nampak ramai karena guru belum datang. Penghuni kelas saling bergosip ria. Sedikit terlambat Pak Vandi masuk ke kelas. Suasana kelas hening, seperti biasa karena wajahnya yang ganteng mirip seperti aktor India membuat para cewek saling kasak-kusuk bersimpati dan yang sering dilakukan mereka adalah kirim sms ke Hp diantara mereka. (Kejadian ini tahun 2003. Belum semua siswa punya hape).
3. Bu Rukmi (45 tahun, ibu 2 anak, guru BP) mengetuk pintu kelas. Pak Vandi keluar kelas dan sebentar tertegun melihat Syahda, seorang cewek mempesona yang mobilnya berhenti di kios majalah seberang tempat kostnya, ia melihatnya saat mau berangkat ke sekolah. Akhirnya Pak Vandi memperkenalkan Syahda, kelas riuh dengan celotehan para cowok. Pak Vandipun turut tertarik mengingat iapun masih jomblo.
4. Ada bangku kosong dibelakang. Sebelum Pak Vandi menata duduk Syahda maka secepat kilat Arjun yang duduk ditengah mengusir Joni yang duduk disebelahnya untuk pindah kebelakang. Hati Arjunpun berbunga-bunga saat itu karena Syahda duduk berdampingan dengannya. PDKT dan rayuan maut mulai ditebar oleh si Arjun. (Ada potensi Komedi).
5. Saat menonton basket, Syahda bertanya2 tentang pak Vandi ke Tari Ogut. Disini diceritakan tentang nama pak Vandi. Namanya sebetulnya Irvandi dst. Karena kurang umum, ada yang manggil Irvan, Vandi, Wandi, atau nama tengahnya Budi. Di sekolah, murid2 memanggilnya Pak Vandi. (Catatan: ini tabungan informasi untuk adegan2 berikutnya). Pak Vandi memang salah satu guru idola. Arjun yang tengah bermain, sadar dari gerak mata Shahda bahwa gadis itu agak tertarik pada Pak Vandi. Arjun lalu memamerkan unjuk kebolehannya di pertandingan Basket. Sorak-sorai mendukungnya. Diam-diam Syahda tertarik juga akan diri Arjun. Tari Ogut mengajak Syahda masuk dalam kelompoknya.
6. Arjun yang mengejar Syahda menemuinya di kios majalah. Saat itu Arjun beralasan mau membeli majalah yang membahas mobil dan tetebengeknya maklum ia lagi gandrung untuk mempercantik mobilnya. Dalam obrolan itu Arjun baru mengetahui bahwa Syahda ternyata penikmat puisi. (Catatan: Syahda itu tipe Melankolik; Di scene ini ada informasi bahwa salah satu dari beberpa penulis puisi pujaannya adalah Pulungsari).
7. Malamnya, di tempat kost, orangtua Vandi di daerah menelpon macam2 dan mulai menyinggung soal jodoh tapi Vandi mengelak. Begitu telpon ditutup, ada lagi telpon dari Pak Jo dari koran Rakyat Pos yang menanyai kapan lagi ia bisa mengirim puisi. Vandi dengan Pak Jo sudah amat akrab dan Vandi sering dipanggil Budi, nama tengahnya, dengan alasan nama Vandi amat tidak umum. Saat duduk di depan laptop bututnya, ia teringat Syahda dan mulai menulis puisi tentang Syahda yaitu Gerimis Nan Indah/GNI. (Disini ada informasi bahwa untuk menambah penghasilan Pak Vandi sering buat puisi, artikel, cerpen dan opini untuk dikirim ke majalah & surat kabar. Hasil honor ia kumpulkan akhirnya kesampaian juga untuk membeli motor kreditan).
8. Beberapa hari berikutnya, Minggu. Syahda mau membeli majalah lagi tetapi stok habis. Iseng-iseng Syahda baca-baca koran yang ada disitu. Tak sengaja dia baca kolom puisi dan disitu ia menemukan puisi Gerimis Nan Indah kiriman dari Pulungsari.
9. Syahda yang tertarik puisi dari Pulungsari lalu mengoleksi puisi itu dengan membuat klipping di bukunya. Arjun yang datang dan ‘dicuekin’ karena kesibukan itu lantas pulang.
10. Arjun minta bantuan Joni si playboy untuk membuat puisi untuknya. Tapi walaupun sudah dibelikan minuman berenergi dan macam-macam cemilan, puisinya tetap jelek. Dalam keadaan terdesak Arjun bilang bahwa yang pinter nulis sebetulnya adalah Robi. Robi lantas ditelpon. Sebetulnya Robi malas. Tapi karena diancam, ia lantas menyanggupi. Tidak perlu diuraikan proses pembuatan puisi oleh Robi. (Ada potensi komedi).
11. Dasar Syahda yang lagi kasmaran dengan puisi cinta akhirnya kepincut juga sama Arjun. Ada respon sedikit di manfaatkan oleh Arjun untuk ‘nembak’ dan mengumumkan bahwa Syahda adalah pacarnya. Padahal Syahda baru sampai pada taraf tertarik saja pada Arjun.
12. Syahda minta tolong Mak Yem, pembantunya untuk menelpon penerbit Rakyat Pos. Sementara itu ia dapat kabar dari Tari Ogut tentang ulah Arjun yang ketahuan mabuk di kantin sekolah. Tak lama Mak Yem bisa tersambung dengan Pak Jo sebelum kemudian menyambungkan lagi dengan Syahda. (Ada potensi Komedi).
13. Vandi mendapat email dari Syahda yang mengaku bernama Ririn yang sangat tertarik dengan puisinya dan ingin belajar tentang cara membuatnya. Vandi tak keberatan.
BABAK 2
14. Syahda penasaran karena Pulungsari tidak pernah lagi terlihat karya-karyanya. Kiriman emailpun tidak ada lagi. Padahal Syahda sudah berkali-kali menanyakan melalui alamat email tersebut. Ia lalu menelpon Pak Jo lagi dan dengan setengah memaksa lantas mendapatkan nomor telpon dan alamat kost Pulungsari.
15. Saat di kantin Arjun datang menghampiri Syahda untuk minta maaf atas kejadian mabuk-mabukan. Ia memberikan surat yang didalamnya juga ada puisi (pesan ke Joni). Syahda cuek & dingin aja menerima surat itu, hatinya sudah tak bergairah karena ia masih kepikiran Pulungsari. (Catatan: di bagian ini ada informasi bahwa Pak Vandi sakit dan Syahda sama sekali tidak menduga bahwa Pak Vandi adalah Pulungsari).
16. Dari Pak Jubir (pemilik kos) akhirnya Syahda tahu kalau Budi ditempat tinggalnya Pak Vandi Sambudi lebih dikenal dengan nama panggilan Pak Budi) sedang sakit typus dan opname dirumah sakit yang kebetulan jaraknya hanya 100 meter dari situ. Karena tanggung, Syahda memutuskan mengunjungi di RS. Apalagi saat itu jam besuk hanya tinggal setengah jam lagi.
17. Alangkat kagetnya Syahda saat ketemu Pak Vandi. Dia hampir tak percaya dan tersipu malu kala mengetahui bahwa Pulungsari adalah Pak Vandi. Karena setiap kontak ia selalu mencurahkan isi hatinya dan ternyata dia adalah gurunya sendiri yang banyak menjadi idola di kelas.
18. Di kunjungan2 berikut, saat datang sendiri akhirnya Syahda mengakui mengagumi sekaligus ada benih cinta dihatinya. Awalnya Pak Vandi mengelak mengungkapkan perasaaan hatinya apalagi Syahda adalah anak didiknya sendiri. Tentunya tak patut untuk menjalin cinta amtara guru dan murid. Namun akhirnya kekukuhannya jebol ia mengakui Syahda ada dihatinya sejak awal perkenalan dikelas.
19. Beberapa hari kemudian kabar kedekatan Pak Vandi dengan Syahda sampai ke telinga Arjun. Ia mulai gerah dengan sikap Syahda. Saat mengkonfirmasi ke Syahda, gadis itu tersinggung karena walaupun ia dnegan Pak Vandi hanya berteman, menurutnya Arjun tidak berhak ikut campur. Lagipula memang tidak ada hubungan istimewa antara Syahda dengan Arjun. Arjun pulang ke rumah dengan perasaan dendam pada gurunya.
20.Arjun menceritakan kekesalannya terhadap Pak Vandi pada kelompoknya. Selain sudah membujuk orangtuanya yang ketua yayasan sekolah, ia juga minta bantuan kepada Robi, Joni dan khususnya Bocel dan kelompoknya untuk merancang strategi (teror fisik dan mental) untuk menjahili Pak Vandi. Layaknya partai politik yang ingin memenangkan calonnya mereka merancang beberapa sekenario untuk menjatuhkan Pak Vandi agar tidak kerasan lagi mengajar di sekolah tersebut. (Ada potensi komedi).
21. Arjun menempelkan selebaran di kantin untuk memfitnah Pak Vandi. Hal itu ketahuan Bu Marni tapi menyadari bahwa Arjun adalah anak ketua yayasan sekolah, ia hanya curhat pada Pak Vandi. (Catatan: ada informasi bahwa Vandi tengah mencari beasiswa belajar ke LN. India adalah salah satu pilihannya)
22.Syahda masih begitu asyiknya mencari inspirasi untuk membuat puisi yang romantis. Hawa cinta yang menggebu dan keyakinannya akan sosok pribadi Pak Vandi tak membuatnya terpengaruh akan isu-isu yang beredar meski awalnya hatinya sempat galau.
23.Orang tua Syahda mendapat surat kaleng yang dilampiri foto hasil jepretan kamera milik Arjun yang menyebutkan terjalinnya hubungan percintaan antara Syahda dan Pak Vandi. Mak Yem yang menemukan surat itu pertamakali. Syahda kemudian diinterogasi. (Ada potensi komedi ketika Mak Yem ikut menginterogasi).
24.Teror mental. Di kelas Arjun dan kelompoknya mulai acuh dan berulah saat mata pelajaran Pak Vandi. Ulah Arjun mendapat teguran dari Pak Vandi namun tak digubris. Ledekan dan kata-kata Arjun membuat Pak Vandi naik pitam dan tanpa sadar emosinya muncul menantang duel secara jantan.
25.Teror fisik direncanakan. Bocel dan kelompoknya siap menghadang Pak Vandi sewaktu perjalanan pulang dari sekolah tapi Robi mendadak kebelet. Begitu sudah beres, mendadak ketua mereka (Bocel) tiba-tiba sakit gigi. Rencana kemudian digagalkan karena momentumnya sudah terlewat. (Ada pontensi komedi).
26.Perilaku dan ucapan dikelas terhadap Arjun masuk laporan ke Kepala Sekolah, diadakan Arjun rapat guru atas desakan orang yang berpengaruh (Bapaknya Arjun). (Catatan: Hasil rapat dirahasiakan pada pembaca).
27. Syahda yang akrab dengan Mbak Yem, menunjukkan puisi pertama bikinannya yang ia buat atas saran2 Pak Vandi yang ditulis tangan di atas kertas pink dengan tekstur khusus. Menurut Mak Yem, puisinya cukup bagus. Syahda senang dan akan menyerahkan pada Pak Vandi di pertemuan pertama. (Ada pontensi humor).
28. Pertemuan Pak Vandi dengan Syahda. Syahda yang sudah sangat jatuh cinta meminta ijin agar diluar sekolah ia memanggil nama Vandi tanpa embel2 ‘pak’ layaknya seorang kekasih. Pak Vandi tidak menanggapi. Melihat raut wajah murungnya, Syahda penasaran dan akhirnya mendapat info bahwa Pak Vandi dikeluarkan dari sekolah. Pak Vandi yang tahu bahwa Syahda mencintainya buru2 menyergah ketika Syahda akan mengutarakan isi hatinya. Alasannya: ia terlanjur akan belajar ke LN karena mendapatkan beasiswa. Syahda sedih dan terjadi perpisahan di antara mereka berdua. Saat Arjun menegur, Syahda malah menatap dengan benci. Saat itu Arjun tahu bahwa cintanya pada Syahda telah sepenuhnya ditolak.
BABAK 3
29. Empat tahun berlalu. Di pertengahan tahun 2007(?), terlihat di kantin sebuah kampus Joko sedang ngobrol. Mereka berdua telah berada di India. Sendau gurau berkisar pada para mahasiswi yang lalu lalang didepan mereka. Lagi-lagi ada telpon dari orangtua Vandi yang menanyakan kapan ia mendapatkan pasangan hidup. Vandi sampai hafal kata2 nasihatnya seperti “bapak-ibumu kan sudah tua. Kami ingin segera meminang cucu.” (Catatan: ada informasi bahwa Vandi segera mengakhiri kuliahnya dan akan kembali ke Indonesia esok lusa).
30. Jasmine (mahasiswa asal Indonesia yang sekampus,manis,cerdas,supel) menemui Pak Vandi di perpustakaan. (Catatan: berikan latar-belakang gadis India). Jasmine sendiri yang menurut pantauan dan perasaanya ada perhatian lebih padanya.
31. Di pesawat ke Jakarta, saat melihat seorang gadis Indonesia, Akso teringat Syahda. Ia membuka dompetnya dan mengelurkan lipatan kertas buram dan membaca puisi yang gadis itu pernah buatkan untuknya.
32. Hari sudah malam saat Vandi tiba di bandara Jakarta. Di saat yang nyaris bersamaan ternyata ada pesawat dari Singapore yang tiba. Saat menunggu koper di ban berjalan, Vandi menelpon Joko. (Ada pontensi komedi disini). Ia juga menceritakan bahwa ia membaca puisi Syahda. Menurut Joko, jika Syahda itu soulmate, Vandi akan bertemu lagi dengannya dalam suatu cara yang tidak disangka-sangka.
33. Koper Vandi ternyata koper yang terakhir didapatkan penumpang pesawat. Hari makin larut. Karena faktor kehati-hatian, Vandi tidak sembarangan memilih taksi untuk mengantarnya ke losmen sebelum melanjutkan pulang ke daerah asal besok paginya. Taksi pilihannya ternyata hanya tinggal satu. Saat ia akan memakai taksi itu, ia berebutan dengan seorang gadis. Ia kaget saat mengetahui bahwa gadis itu adalah Syahda yang baru saja mengikuti pelatihan sebagai management trainee di Singapore. Mereka kikuk. Tak ada pilihan lain, mereka lantas naik taksi yang sama menuju Jakarta.
34. Di taksi, mereka tidak banyak bicara. Vandi tiba duluan di tempat tujuan. Saat hendak membayar ongkos secara sebagian dari dompetnya terjatuh kertas warna pink dengan tekstur/pola khusus. Syahda mengenalinya sebagai kertas puisi buatannya. Syahda diluar dugaan mengeluarkan selembar kertas kecil lain dari dompetnya. Ternyata itu adalah klipping puisi Gerimis Nan Indah. Karena masih jomblo, Syahda menguatkan diri dan menyatakan isi hatinya. Vandi ternyata terdiam dan ini membuat Syahda kuatir apakah Vandi sudah berkeluarga atau belum. Tak lama, hape Vandi berbunyi. Ternyata itu adalah telpon dari keluarganya. Saat mereka bertanya lagi pertanyaan yang itu-itu juga, Vandi sengaja menghidupkan speaker phone agar didengar oleh Syahda. Ketika mereka mengulang pertanyaan, Vandi menjawab bahwa ia sudah memiliki seorang calon pendamping hidup yang saat itu tengah ada bersama-sama dirinya.
TAMAT
V. DRAFT AWAL
VI. DRAFT AKHIR
Untuk dua contoh di atas tentu tidak dapat diuraikan disini karena sudah merupakan satu kesatuan novel secara utuh. Yang jelas, Draft Awal adalah naskah dimana Storyline 3 babak diuraikan tiap scene atau adegan. Draft Akhir adalah untuk proses Aging/pendiaman, termasuk memperhalus kata-kata.
TIPS:
Dalam membuat novel ada begitu banyak hal yang perlu diperhatikan. Beberapa di antaranya:
1. Perombakan nama tokoh, tempat, serta lokasi kejadian, dan bahkan struktur cerita, masih diperbolehkan hingga tahap pembuatan storyline. Setelah memasuki draft awal, semua itu ditabukan.
2. Momok paling menentukan adalah kebuntuan. Deadlock. Tapi selama semangat menulis tetap membara dan selalu berdoa minta kepinteran sama Yang Maha Kuasa, percayalah, deadlock hanyalah kerikil kecil yang dengan mudah kita cemplungin ke got.
3. Metode pembuatan sinopsis 3 babak bukan metode baku. Penulis bisa membuat dengan format lain. Kendati demikian, sinopsis 3 babak merupakan pola yang paling banyak dipakai dalam pembuatan sebuah cerita berdurasi panjang.
4. Hindari tokoh atau kejadian yang mendadak muncul di tengah cerita dan akibat berdampak bahwa kemunculannya ‘maksain.’ Jika hal itu mau dilakukan, perlu ada ‘tabungan informasi’ di awal cerita.
5. Hati-hati dengan pemberian nama tokoh. Kemunculan tokoh (bukan tokoh utama) yang diberi nama, harus punya tujuan. Entah dengan cara akan muncul lagi di bagian berikut, atau akan memberi unsur kejutan bagi pembaca. Nama tokoh yang terlalu banyak akan membuat pembaca dibingungkan.
Selamat mencoba!